TUGAS SOFTSKILL
PEREKONOMIAN INDONESIA
DISUSUN OLEH :
RIMA MUTIARA RIZQIA
( 29214409 )
1EB33
PROGRAM STUDI PEREKONOMIAN INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG
2015
A. INDUSTRIALISASI
1.
Konsep Dan Tujuan
Industrialisasi
Industri
adalah bidang matapencaharian yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja
(bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan
hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya
dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan
(ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan
pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin
jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik.
Awal
konsep industrialisasi revolusi industry abad 18 di Inggris adalah dalam
pemintalan dan produksi kapas yang menciptakan spesialisasi
produksi.selanjutnya penemuan baru pada pengolahan besi dan mesin uap sehingga
mendorong inovasi baja,dan begitu seterusnya,inovasi-inovasi bar uterus
bermunculan.industri merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk
menjamin pertumbuhan ekonomi.
Tujuan
industrialisasi itu sendiri adalah untuk memajukan sumber daya alam yang
dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas,dengan industrialisasi ini maka,Negara berkembanga yang mampu
memanfaatkannya dengan baik,maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara
tersebut.
2.Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi
2.Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi
Faktor-faktor
pendorong industrialisasi itu sendiri adalah :
a.kemampuan teknologi dan inovasi
b.laju pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita
c.kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
d.besar pangsa pasar DN yang ditentukan tingkat pendapatan dan jumlah penduduk
e.ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi
f.keberasaan SDA(sumber daya alam)
g.kebijakan atau strategi pemerintah
a.kemampuan teknologi dan inovasi
b.laju pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita
c.kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
d.besar pangsa pasar DN yang ditentukan tingkat pendapatan dan jumlah penduduk
e.ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi
f.keberasaan SDA(sumber daya alam)
g.kebijakan atau strategi pemerintah
3.Perkembangan
Sektor Industri Manufaktur Indonesia
Perkembangan
industry manufaktur disetiap Negara juga dapat digunakan untuk melihat
perkembangan industry Negara itu secara nasional,sejak krisis ekonomi dunia
pada tahun 1998 dan perontokan perekonomian nasional ,perkembangan industry di
Indonesiasecara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang
memuaskan.bahkan perkembangan industry nasional ,khususnya industry manufaktur
,lebih sering merosot perkembangannya dibandingkan dengan grafik peningkatannya
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006,oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industry manufaktur di berbagai Negara melihatkan hadil yang cukup memprihatinkan.dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian,posisi industry manufaktur Indonesia berada diposisi terbawah bersama beberapa Negara asia seperti Vietnam,riset yang meneliti aspek daya saing produk industry manufaktur Indonesia dipasar global,menempatkan pada posisi terendah.
3.Permasalahan Industrialisasi
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006,oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industry manufaktur di berbagai Negara melihatkan hadil yang cukup memprihatinkan.dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian,posisi industry manufaktur Indonesia berada diposisi terbawah bersama beberapa Negara asia seperti Vietnam,riset yang meneliti aspek daya saing produk industry manufaktur Indonesia dipasar global,menempatkan pada posisi terendah.
3.Permasalahan Industrialisasi
Kendala
bagi pertumbuhan industri di dalam negeri adalah ketergantungan terhadap bahan
baku serta komponen impor. Mesin-mesin produksi yang sudah tua juga menjadi
hambatan bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Permasalahan-permasalahan tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Permasalahan-permasalahan tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Namun,
fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi pemerintah pusat tak seiring
dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di antara kementerian teknis bukan
kebijakan sendiri-sendiri.Tahun 2010-2014, Kementerian Perindustrian
menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen dan kontribusi industri
pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen. Ditargetkan total
investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun.
Untuk
mencapai target itu, Kementerian Perindustrian membuat kerangka pembangunan
industri nasional. Kerangka itu yang akan menjadi acuan untuk membangkitkan
industri agar siap menghadapi perdagangan bebas dan ASEAN Economic Community.
Agar
siap menghadapi itu semua, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)
Anton Supit, peningkatan daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari
presiden hingga pejabat pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam
negeri juga tidak boleh diabaikan.
4.Strategi Pembangunan Sektor Industri
Strategi
pembangunan sektor industri, dibagi menjadi dua yaitu : strategi pokok dan
strategi operasional.
a. Strategi
Pokok
- Memperkuat
keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai (value
chain) dari industri termasuk kegiatan dari industri pendukung(supporting
industries), industri terkait (related industries), industri
penyedia infrastruktur, dan industri jasa penunjang lainnya. Keterkaitan ini
dikembangkan sebagai upaya untuk membangun jaringan industri (networking) dan
meningkatkan daya saing yang mendorong inovasi ;
- Meningkatkan
nilai tambah sepanjang rantai nilai dengan membangun kompetensi inti ;
- Meningkatkan
produktivitas, efisiensi dan jenis sumber daya yang digunakan dalam
industri, dan memfokuskan pada penggunaan sumber-sumber daya terbarukan (green
product);
- Pengembangan
Industri Kecil dan Menengah melalui (a) skema pencadangan usaha serta
bimbingan teknis dan manajemen serta pemberian fasilitas khusus agar dapat
tumbuh secara ekspansif dan andal bersaing dibidangnya. (b) mendorong sinergi
IKM dengan industri besar melalui pola kemitraan (aliansi), dan (c) membangun
lingkungan usaha IKM yang menunjang.
b. Strategi Operasional
1) Pengembangan
Lingkungan Bisnis yang nyaman dan kondusif
• Bekerjasama
dengan instansi terkait untuk mengembangkan Prasarana dan Sarana fisik di daerah-daerah
yang prospek industrinya potensial ditumbuhkan, antara lain jalan, jembatan,
pelabuhan, jaringan tenaga listrik, bahan bakar, jasa angkutan, pergudangan,
telekomunikasi, air bersih.
• Mendorong
pengembangan SDM Industri, khususnya di bidang Teknik Produksi dan Manajemen
Bisnis.
• Mendorong
pengembangan usaha jasa prasarana & sarana bisnis penunjang industri,
antara lain Kawasan Industri, Jasa R & D, Jasa Pengujian Mutu, Jasa
Rekayasa/Rancang bangun dan Konstruksi, Jasa Inspeksi Teknis, Jasa Audit, Jasa
Konsultansi Industri, Jasa Pemeliharaan & Perbaikan, Jasa Pengamanan/Security,
Jasa Pengolahan/Pembuangan Limbah, Jasa Kalibrasi, dan sebagainya.
• Mengembangkan
kebijakan sistem insentif yang efektif, edukatif, selektif, dan atraktif.
• Menyempurnakan
instrumen hukum untuk pengaturan kehidupan industri yang kondusif, yang memenuhi
kriteria :
o Lebih
menjamin kepastian usaha/kepastian hukum, termasuk penegakan hukum yang
konsisten
o Aturan-main
berusaha yang jelas dan tidak menyulitkan
o Mengurangi
sekecil mungkin intervensi pemerintah terhadap pasar
o Menghormati
kebebasan usaha pelaku industri
o Kejelasan
hak dan kewajiban pelaku industri
o Terjaminnya
dan tidak terganggunya kepentingan publik, termasuk gangguan keselamatan,
kesehatan, nilai budaya dan kelestarian lingkungan hidup.
• Sinkronisasi
kebijakan sektor terkait, seperti kebijakan bidang Investasi dan sektor Perdagangan.
• Aparat
Pembina yang bersih, profesional, dan pro-bisnis dalam membina dan memberikan
pelayanan fasilitatif kepada dunia usaha, melalui ketentuan administratif yang
sederhana/mudah, dapat mencegah kecurangan dan manipulasi yang merugikan negara
dan masyarakat, dengan dampak beban yang tidak memberatkan pelaku
industri (administrative compliance costyang minimal).
2) Fokus pengembangan
industri dilakukan dengan mendorong pertumbuhan klaster industri
prioritas
Penentuan
industri prioritas, dilakukan melalui analisis daya saing internasional serta
pertimbangan besarnya potensi Indonesia yang dapat digunakan dalam rangka
menumbuhkan industri. Dalam jangka panjang pengembangan industri diarahkan pada
penguatan, pendalaman dan penumbuhan klaster pada kelompok industri : 1)
Industri Agro; 2) Industri Alat Angkut; 3) Industri Telematika; 4) Basis
Industri Manufaktur; dan 5) Industri Kecil dan Menengah Tertentu.
Berdasarkan
permasalahan mendesak1 yang dihadapi;
fokus pembangunan industri pada jangka menengah (2004-2009) adalah penguatan
dan penumbuhan klaster-klaster industri inti, yaitu : 1) Industri makanan dan
minuman; 2) Industri pengolahan hasil laut; 3) Industri tekstil dan produk
tekstil; 4) Industri alas kaki; 5) Industri kelapa sawit; 6) Industri barang
kayu (termasuk rotan dan bambu); 7) Industri karet dan barang karet; 8)
Industri Pulp dan kertas; 9) Industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan
10) Industri petrokimia.
Pengembangan 10 klaster industri inti tersebut, secara
komprehensif dan integratif, ditunjang industri terkait (related
industries) dan industri pendukung (supporting industries).
1 Permasalahan
mendesak yang dihadapi saat ini yaitu penyerapan tenaga kerja, pemenuhan
kebutuhan dasar dalam negeri, pengolahan hasil pertanian dalam arti luas dan
sumber daya alam negeri, dan memiliki potensi pengembangan ekspor yang
tinggi.
2) Fokus pengembangan industri dilakukan dengan
mendorong pertumbuhan klaster industri prioritas
Penentuan industri prioritas, dilakukan melalui analisis
daya saing internasional serta pertimbangan besarnya potensi Indonesia yang
dapat digunakan dalam rangka menumbuhkan industri. Dalam jangka panjang
pengembangan industri diarahkan pada penguatan, pendalaman dan penumbuhan
klaster pada kelompok industri : 1) Industri Agro; 2) Industri Alat Angkut; 3)
Industri Telematika; 4) Basis Industri Manufaktur; dan 5) Industri Kecil dan
Menengah Tertentu.
Berdasarkan permasalahan mendesak1 yang dihadapi; fokus pembangunan industri pada jangka menengah
(2004-2009) adalah penguatan dan penumbuhan klaster-klaster industri inti,
yaitu : 1) Industri makanan dan minuman; 2) Industri pengolahan hasil laut; 3)
Industri tekstil dan produk tekstil; 4) Industri alas kaki; 5) Industri kelapa
sawit; 6) Industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); 7) Industri karet
dan barang karet; 8) Industri Pulp dan kertas; 9) Industri mesin listrik dan peralatan
listrik; dan 10) Industri petrokimia.
Pengembangan
10 klaster industri inti tersebut, secara komprehensif dan integratif,
ditunjang industri terkait (related industries) dan industri
pendukung (supporting industries).
3) Penetapan
prioritas persebaran
Pembangunan industri ke
daerah-daerah mendekati sumber bahan baku agar efisien yang kegiatan
industrinya belum banyak berkembang, di daerah luar Pulau Jawa khususnya di
Kawasan Timur Indonesia dan daerah perbatasan(prioritas eco-regional).
4) Pengembangan
kemampuan inovasi khususnya di bidang Teknologi Industri dan manajeme
Antara lain melalui kegiatan
Penelitian dan Pengembangan Industri (R&D), baik di bidang
teknologi proses maupun teknologi produk, serta teknologi yang terkait erat
dengan kegiatan industri (design, engineering, plant construction,
equipment fabrication).
5.
Data Statistik PDB berdasarkan
sektor dan peran sektor industri
Data
statistik PDB tahun-tahun mutahir sektor pertanian
Sektor
pertanian
Kontribusi sektor
pertanian dalam perekonomian nasional salah satunya dapat ditelusuri
melalui share pembentukan Produk Domestik Bruto
(PDB). Dari data Badan Pusat Statistik dapat diketahui bahwa kontribusi
sektor pertanian terhadap GDP pada posisi akhir tahun dari tahun 2002 sampai
dengan 2006 secara rata-rata sebesar 14,28%. Sedangkan pada posisi akhir 2007
kontribusinya naik menjadi 13,83%. Berikut ini adalah tabel sektor pertanian
Sampai saat ini belum ada skim
kredit pertanian yang benar-benar sesuai untuk kebutuhan petani dalam kegiatan
produksi dan distribusi pertanian dan berkembang menjadi skim kredit andalan
bagi bank. Apalagi petani yang umumnya petani kecil membutuhkan pembiayaan atau
kredit bukan hanya untuk pertanian, akan tetapi juga untuk non pertanian,
konsumsi dan tujuan lainnya.
Sedangkan dari sisi perbankan,
praktek kredit umumnya memakai pola pinjaman yang mahal dan tidak sesuai dengan
usaha mikro kecil, sehingga petani mengalami kesulitan untuk mengakses kredit
formal. Persoalan project appaisalyang terlalu mahal untuk petani,
tidak dimillikinya sistem pencatatan usaha, serta ketiadaan jaminan atau agunan
material menjadi persoalan yang membuat bank komersil selalu berada di luar
arena pelayanan kredit petani kecil.
SP3 sebesar Rp 1 triliun
SP3 sebesar Rp 1 triliun
Mulai tahun 2006 pemerintah
mengeluarkan skim kredit dan pembiayaan baru yang dinamakan Skim Pelayanan
Pembiayaan Pertanian (SP3). SP3 ini merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi
kendala akses yang diakibatkan tidak adanya kemampuan petani/kelompok
tani/gabungan kelompok tani menyiapkan agunan yang dipersyaratkan oleh
perbankan. Prinsip dasar rancangan skim ini adalah untuk mengatasi
kesulitan petani kecil menyediakan agunan (collateral) guna
menumbuhkan usaha petani/peternak yang berbasis masyarakat pedesaan.
Akan tetapi kenyataan di lapang,
bahwa skim pelayanan pembiayaan pertanian (SP3) yang dialokasikan Deptan
senilai total Rp 1 triliun tersebut, sejak September 2006 hingga Oktober 2007,
tenyata baru tersalurkan 30,8% atau hanya Rp 308 miliar (Sukur, 2007). Berikut
adalah realisasi penyaluran dana SP3 per akhir Oktober 2007, berdasarkan bank
penyalur dan skala kreditnya.
Identifikasi
permasalahan dan pendekatan teoritis
Dari hasil identifikasi penyebab
rendahnya respon petani, maka didapat tiga permasalahan pokok pelaksanaan SP3
yaitu : Persyaratan agunan, plafon dan bunga pinjaman, serta kesiapan
pihak perbankan. Jika dilakukan pendekatan teoritis menggunakan teori pasar
kredit untuk menjelaskan permasalahan pokok tersebut, maka didapat hasil
sebagai berikut:
Pendekatan
Informasi Asimetrik
1.
SP3 tidak membebaskan calon debitur
dari kewajiban menyiapkan agunan material. Contohnya debitur yang mengajukan
pembiayaan mikro sebesar Rp. 50 juta, maka debitur masih harus menyediakan 60%
dari nilai agunan yang dipersyaratkan bank, sedangkan sisanya, ditanggung
pemerintah.Dampaknya petani yang tidak dapat menyediakan agunan tidak mampu
mengakses pembiayaan, akibatnya yang mampu mengakses pembiyaan adalah orang
yang punya agunan yaitu petani yang kaya, maka terjadiAdverse Reserve (debitur
resiko tinggi masuk) yang berpotensi digunakan untuk usaha di luar pertanian,
terjadi Incentif incompatibility (Insentif ke arah yang salah)
dan berpeluang besar terjadi Moral Hazard (Digunakan untuk
tujuan lain) sehingga kredit mengalami masalah di kemudian hari.
2.
Sejalan dengan penjelasan pertama,
penetapan plafon Rp. 50 juta untuk pembiayaan mikro ternyata tidak mampu
diakses oleh petani miskin, karena yang mampu mengakses adalah petani kaya
dengan pembiayaan rata-rata Rp. 300 juta, sehingga terjadi terjadi Adverse
Reserve yang berpotensi digunakan untuk usaha di luar pertanian,
terjadi Incentif incompatibility. Sedangkan pengenaan bunga
kredit yang 2% di bawah yang berlaku akan berpotensi terjadi aktifitas rent
seeking, akibatnya akan terjadi Adverse Reserve yang
berpotensi digunakan untuk usaha di luar pertanian.
3.
Akibat terbatasnya pengetahuan dari
sumber daya manusia di bank terhadap sektor pertanian, dan sebaliknya
pengetahuan dan persepsi petani pada perbankan maka terbuka peluang masuknya
aktifitas hubungan koneksi dangan pejabat yang berwenang dalam lembaga
perkreditan maupun dengan lembaga pemerintah. Sehingga fenomene free
rider (Tidak mau membayar pinjaman) dan rent seeking akan
merajalela.
Pendekatan
Biaya Transaksi
1.
Dengan mensyaratkan agunan material
maka memperbesar terjadinyaNegotiation Costs dan Enforcement
Costs (Biaya melaksanakan transaksi) bahkan memperbesar terjadinya non-marketted
transaction cost.
2.
Plafon kredit mikro sampai dengan
Rp. 50 juta untuk petani miskin tidak mendapat respon karena terjadi economics
of scale dari kedua pihak yaitu bank dan petani miskin. Sedangkan
karakteristik bunga pinjaman yang tidak fixed akan berpeluang
meningkatkan Enforcement Costs dan Bribing
officials (Menyuap petugas bank).
3.
Akibat terbatasnya pengetahuan dari
sumber daya manusia di bank terhadap sektor pertanian, dan sebaliknya
pengetahuan dan persepsi petani pada perbankan maka terbuka peluang
meningkatnya transaction cost dan non-marketted
transaction cost.
Pendekatan
Grameen Bank (GB)
1.
GB tidak mengenakan agunan material
diganti dengan kewajiban kelompok (tanggung renteng) berupa sanksi penundaaan
kredit lanjutan.
2.
Plafon kredit minimal yang sangat
rendah mudah di akses oleh calon debitur, apalagi tanpa jaminan material.
Sedangkan pengenaan bunga kredit sesuai pasar mengurangi potensi terjadinya
aktifitas rent seeking, akan mengurangi terjadi Adverse
Reserve yang berpotensi digunakan untuk usaha di luar pertanian,
peluang terjadi Moral Hazard semakin kecil, sehingga kredit
tidak mengalami masalah di kemudian hari.
3.
Secara kultural, GB menanamkan
disiplin kepada para peminjam melaluicode of conduct nya. Jumlah
cabang dan “armada penjemputan” yang tersebar mengurangi timbulnya transaction
cost bagi kedua belah pihak. Komitmen GB terhadap masyarakat termiskin
dan perempuan sangat patut ditiru oleh lembaga perbankan di Indonesia.
6.
Opini
Industrialisasi
menurut saya adalah transformasi struktural yang ada dalam suatu negara. Proses
industrialisasi sendiri dapat didefenisikan sebagai proses perubahan struktur
ekonomi dimana terdapat kenaikan kontribusi sektor industri dalam permintaan
konsumen, PDB (Nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan suatu perusahaan di
suatu negara dalam kurun waktu setahun), ekspor dan kesempatan kerja.
Berdasarkan beberapa kabar yang pernah saya lihat dan dengar, dapat
disimpulkan bahwa industrialisasi adalah suatu keharusan karena menjamin
kelangsungan proses pembangunan ekonomi jangka panjang dengan laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan yang menghasilkan pendapatan perkapita
setiap tahun. Industrialisasi merupakan suatu proses interkasi antara
perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Mungkin sedikit bisa disimpulkan alasan mengapa industrialisasi mulai
mengglobal dikarenakan industri saat ini banyak dijadikan pilihan utama dalam
sektor pembangunan. Industri menjadi salah satu ujung tombak dalam pembangunan
Negara – negara maju di dunia. Contohnya Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan
Negara – negara maju lainnya.
B. Neraca Pembayaran Dan Tingkat
Ketergantungan Pada Modal Asing
1.
Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi
internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk
dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu,
biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan
masuk) untuk suatu negara. Neraca pembayaran secara esensial merupakan sistem
akuntansi yang mengukur kinerja suatu negara. Pencatatan transaksi dilakukan
dengan pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping system), yaitu;
tiap transaksi dicatat satu sebagai kredit dan satu lagi sebagai debit.
Transaksi yang dicatat sebagai kredit adalah arus masuk valuta.
arus masuk valuta adalah transaksi-transaksi yang mendatangkan valuta asing,
yang merupakan suatu peningkatan daya beli eksternal atau sumber dana.
Sedangkan transaksi yang dicatat sebagai debit adalah arus keluar valuta. Arus
keluar valuta adalah transaksi-transaksi pengeluaran yang membutuhkan valuta
asing, yang merupakan suatu penurunan daya beli eksternal atau penggunaan dana.
Tiap-tiap credit
entry (bertanda positif)
harus diseimbangkan (balanced) dengan debit
entry (bertanda negatif) yang
sama. Kedua entriestersebut
dikombinasikan untuk menghasilkan laporan
sumber-sumber dan penggunaan modal nasional (dari mana kita memperoleh
dana-dana/ daya beli, dan
bagaimana kita mengunakannya). Jadi, total kredit dan debit dari neracapembayaran
suatu negara akan sama secara agregat; namun, dari komponen-komponen neraca pembayaran, mungkin
terdapat surplus dan defisit.
Contoh : Suatu perusahaan
RI meminjam Poundsterling Inggris. Jelas, pinjaman ini merupakan peningkatan
hutang penduduk/perusahaan RI pada pihak luar negeri (Inggris). Pinjaman ini
merupakan suatu credit entry pada neraca pembayaran. Debit entry yang sama akan diklasifikasikan
sebagai suatu peningkatan dalam kepemilikan aset financial luar negeri, yaitu
rekening bank debitor RI (yang didenominasi) dalam sterling merupakan suatu aset.
Memiliki aset dalam valuta asing sama seperti memberikan pinjaman
jangka pendek kepada negara lain
PENGERTIAN NERACA PERDAGANGAN
Neraca perdagangan (balance of trade) adalah sebuah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan perbedaan antara nilai moneter antara ekspor dan impor.
Neraca perdagangan biasa disebut dengan ekspor netto. Neraca perdagangan yang
positif berarti negara tersebut mengalami ekspor yang nilai moneternya melebihi
impor, dan biasa disebut surplus perdagangan. Sementara itu jika neraca
perdagangan menunjukkan kondisi negatif artinya nilai moneter impor melebihi
ekspor, dan disebut sebagai defisit perdagangan.
Contoh :
Sepanjang Januari, total ekspor Indonesia mencapai US$ 15,49 miliar atau turun 9,28 persen dibanding bulan sebelumnya. Namun bila dibandingkan dengan Januari tahun lalu, nilai ekspor tersebut tumbuh 6,07 persen.
Sepanjang Januari, total ekspor Indonesia mencapai US$ 15,49 miliar atau turun 9,28 persen dibanding bulan sebelumnya. Namun bila dibandingkan dengan Januari tahun lalu, nilai ekspor tersebut tumbuh 6,07 persen.
Ekspor
bulan lalu masih didominasi oleh sektor bahan bakar mineral dan lemak hewan
atau nabati. Sektor tersebut masing-masing menyumbang US$ 2.166 juta dan US$
2.142 juta. Dari segi impor, mesin dan peralatan mekanik mencatat kenaikan
signifikan menjadi US$ 2.320 juta dari US$ 1.724,3 juta Januari tahun lalu.
Manfaaf
neraca pembayaran:
q Sebagai
bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil langkah di bidang
ekonomi.Data yang ada dijadikan dasar bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan
di bidang ekonomi.
q Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah
untuk mengambil kebijakan di bidang moneter dan fiscal. Dari neraca pembayaran
dapat dilihat berapa saldo devisa.
q Sebagai
bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengetahui pengaruh hubungan ekonomi
internasional terhadap pendapatan nasional.
q Sebagai
bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan di bidang politik
perdagangan internasional.
Neraca pembayaran terdiri dari komponen-komponen sebagai
berikut : neraca perdagangan, neraca jasa, neraca modal dan neraca moneter
(lalulintas moneter).
Manfaaf
neraca Perdagangan :
Adalah untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
dan impor suatu Negara. Beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor dan impor
adalah : kurs, pendapatan luar negeri, pendapatan dalam negeri, harga relatif
dan pendapatan.
2.
Modal
Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau
peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat
digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta
berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua:
modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari
dalam perusahaan sendiri.
Misalnya setoran dari
pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari
luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank.
Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat
dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnyamesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan
yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk
nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek.
Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal
masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan
hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah
pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud
dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan
digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau
pelabuhan.
Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar.
Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang.
Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan
modal lancar adalah modal yang habis digunakan dalam satu kali proses produksi.
Misalnya, bahan-bahan baku.
3. Utang Luar Negeri
A. Pengertian
Utang Luar Negeri
Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total
utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut.
Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau
perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta,
pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan
Bank Dunia.
B. Penyebab Utang Luar Negeri
Hasrat
berhutang dan debt trap
Berikut adalah beberapa fakta yang menguatkan jebakan hutang tersebut.
Pertama, Pada
saat Indonesia meminta bantuan kepada IMF untuk menghadapi krisis pada 1997,
lembaga tersebut memaksakan kehendaknya untuk mengintervensi semua bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam
letter of intent (LoI) terdapat 1.243 tindakan yang harus dilaksanakan
pemerintah Indonesia dalam berbagai bidang seperti perbankan, desentralisasi,
lingkungan, fiskal, kebijakan moneter dan Bank Sentral, privatisasi BUMN serta
jaring pengaman sosial.
Dengan kata lain, keuangan negara sengaja dibuat bangkrut terlebih dahulu,
dan melalui ketergantungan dalam bidang keuangan ini, Indonesia telah
sepenuhnya dikendalikan oleh negara pemberi hutang dan lembaga keuangan
internasional.
Kedua, tudingan bahwa lembaga seperti IMF dan Bank Dunia diboncengi
kepentingan perusahaan-perusahaan dari negara-negara kreditor bukanlah isapan
jempol belaka. Hal tersebut juga diakui
oleh pemerintah AS. Selama kurun tahun 1980-an hingga awal 1990-an saja, IMF
sudah menerapkan program penyesuaian struktural di lebih dari 70 negara
berkembang yang mengalami krisis finansial. Setiap tahun, Bank Dunia juga
memberikan sekitar 40.000 kontrak kepada perusahaan swasta. Sebagian besar
kontrak ini jatuh ke perusahaan-perusahaan dari negara-negara maju.
Jadi sangat jelas bahwa negara-negara pendonor sangat berkepentingan untuk
memberikan negara-negara berkembang untuk berhutang. Departemen Keuangan AS mengaku, untuk setiap
dollar AS yang dikontribusikan AS ke lembaga-lembaga multilateral, perusahaan-perusahaan
AS menerima lebih dari dua kali lipat jumlah itu dari kontrak-kontrak pengadaan
untuk program-program atau proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman
lembaga-lembaga tersebut.
Hal tersebut tidak hanya terjadi pada pinjaman multilateral. Pinjaman bilateral seperti dari Jepang pun
biasanya diikuti persyaratan sangat ketat yang menyangkut penggunaan komponen,
barang, jasa (termasuk konsultan), dan kontraktor pelaksana untuk pelaksanaan
proyek harus berasal dari Jepang.
Melalui modus tersebut, Pemerintah Jepang selain bisa me-recycle ekses dana
yang ada di dalam negerinya, juga sekaligus bisa menggerakkan perusahaan dalam
negerinya yang lesu lewat pengerjaan proyek-proyek yang dibiayai dengan dana
hutang ini.
Dari pinjaman yang digelontorkan tersebut, dana yang mengalir kembali ke
Jepang dan negara-negara maju lain sebagai kreditor jauh lebih besar ketimbang
yang dikucurkan ke Indonesia sebagai pengutang.
Dapat dikatakan bahwa Indonesia sebagai negara debitor justru mensubbsidi
negara-negara kaya yang menjadi kreditornya.
Ketiga, hutang dianggap sebagai biang dari kerusakan
lingkungan yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang khususnya
negara kreditor.
C. Sejarah Utang Luar Negeri Indonesia
Utang
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
Pemerintah kolonial Hindia Belanda sudah memulai kebiasaan berutang bagi
pemerintahan di Indonesia. Seluruh utang yang belum dilunasinya pun turut
diwariskan, sesuai dengan salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).
Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia pada waktu itu disertai dengan
pengalihan tanggung jawab segala utang pemerintah kolonial. Dilihat dari
perspektif utang piutang, maka Republik Indonesia bukanlah negara baru,
melainkan pelanjut dari pemerintahan sebelumnya.
Tradisi pengalihan utang kepada pemerintahan berikutnya bertahan sampai
saat ini, terlepas dari perpindahan kekuasaan itu berlangsung dengan cara apa
pun. Pemerintahan era Soekarno mewariskan utang luar negeri (ULN) sekitar USD
2,1 miliar kepada pemerintahan Soeharto. Secara spektakuler, pemerintahan Soeharto
membebani Habibie dengan warisan utang sebesar USD 60 miliar. Bahkan,
pemerintahan Habibie mewariskan utang yang lebih besar, hanya dalam kurun waktu
dua tahun. ULN memang “hanya” bertambah menjadi sebesar USD 75 miliar dolar.
Namun, utang dalam negeri yang semula nihil menjadi USD 60 miliar (jika
dikonversikan), sehingga utang pemerintah secara keseluruhan menjadi sekitar
USD 135 miliar.
Tentu tidak adil jika hanya melihat angka utang yang fantastis di era
Habibie secara begitu saja. Sebagian masalahnya adalah karena akumulasi utang
beserta akibat lanjutan dari kebijakan pemerintahan Soeharto. Bisa dikatakan
bahwa Pemerintahan Habibie harus menghadapi krisis moneter dan ekonomi, yang
berasal dari era Soeharto.
Utang
Pemerintah Orde Lama
Sesuai dengan perjanjian ketika penyerahan kedaulatan kepada pemerintah
Republik Indonesia, pemerintahan Soekarno menerima pula warisan utang
pemerintah kolonial Hindia Belanda sebesar 4 miliar dolar Amerika. Utang
tersebut memang tidak pernah dibayar oleh Pemerintahan Soekarno, namun juga
tidak dinyatakan di¬hapuskan. Utang ini nantinya diwariskan kepada era-era
pe¬merintahan berikutnya, dan akhirnya dilunasi juga.
Pada awal kemerdekaan, sikap pemerintah Soekarno-Hatta ter¬hadap utang luar
negeri bisa dikatakan mendua. Di satu sisi, mereka menyadari bahwa utang luar
negeri sebagai sumber pembiayaan sangat dibutuhkan. Negara baru yang baru
merdeka ini memerlukan dana untuk memperbaiki taraf kesejahteraan rakyat, yang
sudah sedemikian terpuruk karena kolonialisme. Ketiadaan infrastruktur, dan
rusaknya sebagian besar kapasitas produksi seperti ladang minyak, membuat
penerimaan negara dari sumber domestik belum bisa diandalkan. Hibah dari
negara-negara yang bersimpatik ketika awal kemerdekaan tentu saja tidak memadai
dan lambat laun di¬hentikan. Pilihan yang tersedia adalah mempersilakan modal
asing masuk ke Indonesia untuk berinvestasi, serta melakukan pinjaman luar
negeri.
Di sisi lain, pemerintah Soekarno-Hatta bersikap waspada ter¬hadap
kemungkinan penggunaan utang luar negeri sebagai sarana kembalinya
kolonialisme. Semangat kemerdekaan masih amat kental, sehingga mereka peka
dalam masalah yang berkaitan dengan kedaulatan Indonesia. Suasana ini juga
mewarnai dinamika parlemen, sekalipun terdiri dari banyak partai dengan latar
idelogis berbeda.
Akibatnya, persyaratan yang ketat
ditetapkan dalam setiap perundingan berutang kepada pihak luar negeri. Ini
berlaku juga ter¬hadap masalah penanaman modal asing, termasuk perundingan
mengenai tambang dan kilang minyak di wilayah Indonesia.
Sebagai contoh, Hatta dalam berbagai kesempatan me¬ngemukakan antara lain:
negara kreditor tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri, suku bunga
tidak boleh lebih dari 3-3,5 persen per tahun, dan jangka waktu utang yang
lama. Jadi, selain melihat utang luar negeri sebagai sebuah transaksi ekonomi,
mereka dengan sadar memasukkan biaya politik sebagai pertimbangan dalam
berutang.
Terkenal pula pernyataan sarkastis Soekarno, yang mengatakan ”go to hell
with your aid” kepada AS karna berusaha mengaitkan utang dengan tekanan
politik.
Bagaimanapun, transaksi utang luar negeri tetap terjadi pada awal
kemerdekaan. Sampai dengan tahun 1950, utang pemerintah yang baru tercatat
sebesar USD 3,8 miliar, selain utang warisan pemerintah kolonial. Setelah itu,
terjadi fluktuasi jumlah utang pemerintah, seiring dengan sikap pemerintah yang
cukup sering berubah terhadap pihak asing dalam soal modal dan utang. Selama
kurun tahun 50-an tetap saja ada bantuan dan utang yang masuk ke Indonesia. Sikap
pemerintah yang berubah-ubah itu dikarenakan kerapnya pergantian kabinet,
disamping faktor Soekarno sebagai pribadi.
Sebagai contoh, pada tahun 1962, delegasi IMF berkunjung ke Indonesia untuk
menawarkan proposal bantuan finansial dan kerjasama, dan pada tahun 1963 utang
sebesar USD17 juta diberikan oleh Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia pun
kemudian bersedia melaksanakan beberapa kebijakan ekonomi baru yang bersesuaian
dengan proposal IMF. Namun, keadaan berbalik pada akhir tahun itu juga, ketika
Malaysia pemerintah Inggris menyatakan Malaysia di¬nyatakan sebagai bagian
federasi Inggris tanpa pembicaraan dengan Soekarno. Hal ini sebetulnya juga
berkaitan dengan nasionalisasi beberapa perusahaan Inggris di Indonesia. Yang
jelas, hubungan Indonesia dengan IMF dan Amerika, turut memburuk. Berbagai
kesepakatan sebelumnya dibatalkan oleh Soekarno, dan Indonesia keluar dari
keanggotaan IMF dan PBB.
Secara teknis ekonomi, telah ada pelunasan utang dari sebagian hasil ekspor
komoditi primer Indonesia. Ada pula penghapusan se¬bagian utang oleh kreditur,
terutama dari negara-negara yang ber¬sahabat, setidaknya dalam tahun-tahun
tertentu. Akhirnya, ketika terjadi perpindahan kekuasaan kepada Soeharto,
tercatat utang luar negeri pemerintah adalah sebesar USD 2,1 miliar. Jumlah ini
belum termasuk utang warisan pemerintah kolonial Belanda yang sekalipun resmi
diakui, tidak pernah dibayar oleh pemerintahan Soekarno.
Perkembangan
Utang Pemerintah Era Soeharto
Sejak awal, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal asing berbeda dengan
sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undang¬undang pertama yang ditandatangani
Soeharto adalah UU no.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang isinya
bersifat terbuka dan bersahabat bagi masuknya modal dari negara manapun.
Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat studi tentang program stabilitas
ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh pemerintah. Indonesia juga
telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF.
Seiring dengan itu, perundingan serius mengenai utang luar negeri Indonesia
berlangsung lancar. Kembalinya Indonesia menjadi anggota IMF dan Bank Dunia,
seketika diimbali oleh negara-negara barat berupa: pemberian hibah,
restrukturisasi utang lama, komitmen utang baru dan pencairan utang baru yang
cepat. Hibah sebesar USD 174 juta dikatakan bertujuan untuk mengangkat
Indonesia dari keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetuji
bernilai sekitar USD 534 juta. Lewat berbagai perundingan, terutama pertemuan
Paris Club, disepakati moratorium utang sampai dengan tahun 1971 untuk
pembayaran cicilan pokok sebagian besar utang. Akhirnya, sejak tahun 1967
Indonesia mendapat persetujuan utang baru dari banyak kreditur, dan sebagiannya
langsung dicairkan pada tahun itu juga.
ULN dengan
Persyaratan Lunak
Pada mulanya, semua utang baru itu bisa dikatakan sebagai pinjaman dengan
syarat lunak. Ada jenis pinjaman yang biasa disebut bantuan program, yang
terdiri dari bantuan devisa kredit dan bantu¬an pangan. Bantuan program ini
berbentuk devisa tunai atau hak untuk memperoleh sejumlah komoditi yang
ditentukan. Ada bantu¬an proyek, yang pada dasarnya adalah utang bagi
pembagunan proyek tertentu dengan syarat-syarat pelunasan yang lunak. Bahkan,
ada dana berbentuk sumbangan (grant) atau hibah yang berfungsi sebagai ”dana
pendamping” dari utangnya.
Para kreditur yang memberi utang kepada Indonesia awalnya hanya terdiri
dari negara-negara dan lembaga-lembaga keuangan iternasional. Para kreditur
tersebut mengkoordinasikan diri ke dalam Inter Governmental Group on Indonesia
(IGGI). Beberapa tahun kemudian, kreditur swasta turut terlibat. Sebagian
kreditur swasta yang besar kadang diundang dalam forum-forum IGGI.
IGGI didirikan pada tahun 1967 di Den Haag, yang anggotanya terdiri dari:
Australia, Amerika Serikat, Belgia, Belanda, Italia, Jerman, Jepang, Inggris,
Perancis, dan Kanada. Ada negara-negara yang hadir sebagai peninjau, seperti:
Austria, Denmark, Norwegia, Selandia Baru, dan Swiss. Sedangkan lembaga-lembaga
keuangan multilateral yang menjadi anggota forum adalah: IMF, IBRD, ADB, UNDP,
dengan OECD sebagai peninjau. Pada tanggal 25 Maret 1992, dipicu oleh suatu
insiden politik, IGGI dibubarkan dan kepemimpinan Belanda tidak diakui lagi
oleh Indonesia. Namun, fungsi IGGI tetap berlangsung melalui wadah baru bernama
Consultative Group for Indonesia (CGI), dengan pimpinan Bank Dunia. Selama
perkembangannya, ada beberapa lembaga internasional, termasuk bentukan Bank
Dunia, yang kemudian bergabung, seperti IDA, IFAD (International Fund for
Agricultural Development) dan IFC (International Finance Corporation). Terjadi
pula beberapa pergeseran besaran kontribusi masing-masing negara.
Resminya, IGGI/CGI hanyalah suatu forum pembicaraan me¬ngenai ULN
pemerintah Indonesia. Namun, pada praktiknya IGGI/CGI menyerupai konsorsium.
Sebagian besar ULN pemerintah pada era pemerintahan Soeharto dibicarakan dan
disepakati dalam forum IGGI/CGI. Setiap tahun, forum ini memutuskan jumlah dan
macam pinjaman yang akan diberikan, setelah mempertimbangkan “usulan” dari
pemerintah Indonesia. Dalam artian tertentu, IGGI/CGI memang bukan konsorsium,
karena masing-masing kreditur me¬miliki kesepakatan tersendiri tentang
detilnya, dan tidak seluruh hasil forum bersifat mengikat kepada mereka.
Pada saat pemerintahan Soeharto mulai menerima ULN dan satu dekade
setelahnya, perkembangan wacana keuangan internasional memang sedang kondusif.
Selain yang dinyatakan sebagai dimensi kemanusiaan atau charity, serta
keterkaitan dengan masalah pe-rebutan pengaruh politik Blok Barat dan Blok
Komunis, konsep dan praktik keuangan internasional memang tengah marak
me¬ngembangkan berbagai bentuk ULN. Ada dua pemicu utama dari sisi wacana
keuangan dan perekonomian. Pertama, upaya banyak negara maju untuk
merestukturisasi sekaligus mengembangkan industri pengolahannya, yang
berlangsung mulai era 1960-an. Ada pertimbangan suplai sumber energi, bahan
baku, pemindahan se¬bagian tahap produksi, sampai kepada penetrasi pasar.
Kedua, mulai ada kelebihan likuiditas pada lembaga keuangan internasional,
yang kemudian mendapat momentum lanjutan dari petro dollar akibat kenaikan
harga minyak sejak awal 70-an. Selain disimpan pada bank dan lembaga keuangan
komersial, dana petro dollar dari negara-negara produsen minyak ini juga bisa
diakses oleh IMF.
Perkembangan wacana dan kondisi keuangan internasional itu kemudian antara
lain menghasilkan ULN yang diterima pemerintah negara-negara sedang berkembang
(NSB), termasuk Indonesia. Secara umum, jenisnya terdiri dari: dana pembangunan
resmi (official development fund/ODF), kredit ekspor (export credit) dan pinjaman
swasta (private flows). ODF adalah pinjaman resmi bersyarat lunak dari suatu
negara donor melalui lembaga keuangan bilateral negara yang bersangkutan dan
atau melalui lembaga dan bank pembangunan multilateral seperti: Bank Dunia,
ADB, IDA, dan sebagainya. ODF dapat berupa pinjaman bersyarat sangat lunak
(Official development assistance/ODA) atau pinjaman setengah lunak (less
concessional loan/LCL).
Kredit ekspor adalah pinjaman setengah resmi dengan per¬syaratan setengah
lunak yang dananya berasal dari negara donor (disebut official financial
support) atau yang bersumber dari pihak perbankan dan lembaga keuangan swasta
yang dijamin dan disubsidi oleh pemerintah negara donor. Penggunaan kredit
ekspor itu kadang-kadang terbatas hanya untuk pengadaan barang dan jasa di
negara donor (tied), dan kadang tidak mengikat, atau kombinasi antara keduanya.
Kredit ekspor disebut “suppliers credit” kalau pinjaman itu disalurkan melalui
pemasok di negara donor. Pinjaman ini dinamakan “buyers credit” jika diberikan
langsung oleh lembaga kredit ekspor kepada peminjam di negara penerima.
Secara teknis, dikenal pembedaan jenis ULN dengan sebutan Pinjaman program
dan Pinjaman proyek dalam pencatatan APBN saat ini. Pada masa sebelumnya, ULN
dicatat dalam APBN setiap tahunnya sebagai bantuan program dan bantuan proyek.
Pada tahun¬tahun tertentu, ada yang dicatat sebagai pinjaman setengah
lunak/komersial dan pinjaman tunai. Jenis yang masuk kategori dalam pinjaman
swasta ini hanya pada periode tertentu memiliki arus masuk yang besar.
Sebenarnya, pembedaan antara pinjaman program dan pinjaman proyek bersifat
sumir atau tidak cukup tegas. Pada dasarnya, kedua jenis itu terdiri dari ODA,
LCL dan Kredit ekspor dalam pengertian yang disinggung di atas. Meskipun
demikian, ULN yang disebut pinjaman program, pada umumnya bersifat lebih lunak
dan mem¬bantu. Pembedaan ini memang cukup jelas pada masa awal pe¬merintahan
Soeharto.
Pinjaman program pada awal Orde baru terdiri dari bantuan devisa kredit dan
bantuan pangan. Pinjaman program diorientasikan untuk menyelesaikan masalah
jangka pendek dan mendesak, serta bersifat sangat lunak. Pada masa berikutnya,
tingkat kelunakan men¬jadi kurang jelas. Sifat pinjaman program yang membantu
mengatasi masalah ekonomi dan keuangan pemerintah yang mendesak tetap
dipertahankan. Sifat utamanya adalah memberikan aliran devisa atau kas masuk
secara langsung bagi pemerintah.
Akan tetapi, dalam beberapa tahun tersebut, pinjaman program terkait dengan
perubahan kebijakan dalam bentuk undang-undang dan peraturan lainnya. Pencairan
utang program selalu dikaitkan dengan capaian dalam perubahan kebijakan yang
berhasil dilakukan pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan pinjaman proyek
terutama adalah utang yang diterima dalam bentuk fasilitas ber¬belanja barang
dan jasa kepada negara/lembaga kreditur dalam bentuk kredit. Bedanya dengan
pinjaman program, pinjaman proyek lebih ditujukan untuk proyek investasi jangka
panjang
Sebagaimana telah disinggung di atas, sejak tahun 1967 Indonesia telah
menerima pinjaman dengan syarat lunak atau dalam bentuk sumbangan (grant) dari
negara-negara dan lembaga-lembaga ke¬uangan iternasional yang tergabung dalam
IGGI. Dalam beberapa tahun sejak itu, Indonesia mendapat pinjaman berbentuk
bantuan program yang terdiri dari bantuan devisa kredit dan bantuan pangan,
serta bantuan proyek dengan syarat-syarat pelunasan yang lunak.
Utang
Pemerintahan Transisi (Habibie)
a) Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, kurs bath
terhadap US$ mengalami penurunan (depresiasi) sebagai akibat dari keputusan
jual dari para investor yang tidak percaya lagi thd prospek ekonomi Thailand
dalam jk pdk.
Pemerintah Thailand mengintervensi dan didukung oleh bank sentral
singapora, tapi tidak mampu menstabilkan kurs Bath, sehingga bank sentral
Thailand mengumumkan kurs bath diserahkan pada mekanisme pasar.
2 Juli 1997,
penurunan nilai kurs bath terhadap US$ antara 15% - 20%
b) Bulan Juli 1997, krisis melanda
Indonesia (kurs dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.650.) BI mengintervensi, namun tidak
mampu sampai bulan maret 1998 kurs melemah sampai Rp 10.550 dan bahkan menembus
angka Rp 11.000/US$.
Langkah
konkrit untuk mengatasi krisis:
a) Penundaan proyek Rp 39 trilyun untuk
mengimbangi keterbatasan anggaran Negara
b) BI melakukan intervensi ke bursa valas
c) Meminta bantuan IMF dengan memperoleh
paket bantuan keuangan US$ 23 Milyar pada bulan Nopember 1997.
d) Mencabut ijin usaha 16 bank swasta yang
tidak sehat
Januari 1998
pemerintah Indonesia menandatangani nota kesepakatan (LOI) dengan IMF yang
mencakup 50 butir kebijakan yang mencakup:
a) Kebijakan ekonomi makro (fiscal dan
moneter) mencakup: penggunaan prinsip anggaran berimbang; pengurangan
pengeluaran pemerintah seperti pengurangan subsidi BBM dan listrik; pembatalan
proyek besar; dan peningkatan pendapatan pemerintah dengan mencabut semua
fasilitas perpajakan, penangguhan PPN, pengenaan pajak tambahan terhadap
bensin, memperbaiki audit PPN, dan memperbanyak obyek pajak.
b) Restrukturisasi sektor keuangan
c) Reformasi struktural
Bantuan gagal
diberikan, karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan kesepakatan dengan
IMF yang telah ditandatangani.
Indonesia tidak mempunyai pilihan kecuali harus bekerja sama dengan IMF.
Kesepakatan baru dicapai bulan April 1998 dengan nama “Memorandum Tambahan
mengenai Kebijaksanaan Ekonomi Keuangan” yang merupakan kelanjutan, pelengkapan
dan modifikasi 50 butir kesepakatan.
Tambahan dalam kesepakatan baru ini mencakup:
a) Program stabilisasi perbankan untuk
stabilisasi pasar uang dan mencegah hiperinflasi
b) Restrukturisasi perbankan untuk
penyehatan system perbankan nasional
c) Reformasi structural
d) Penyelesaian utang luar negeri dari
pihak swasta
e) Bantuan untuk masyarakat ekonomi
lemah.
Utang
Pemerintahan Reformasi (Abdurrahman Wahid)
Mulai
pertengahan tahun 1999.
Target:
a) Memulihkan perekonomian nasional
sesuai dengan harapan masyarakat dan investor
b) Menuntaskan masalah KKN
c) Menegakkan supremasi hukum
d) Penegakkan hak asasi manusia
e) Pengurangan peranan ABRI dalam politik
f) Memperkuat NKRI (Penyelesaian
disintegrasi bangsa)
Kondisi:
a) Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi
positif (mendekati 0)
b) Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi 5%
c) Kondisi moneter stabil ( inflasi dan
suku bunga rendah)
d) Tahun 2001, pelaku bisnis dan
masyarakat kurang percaya kepada pemerintahan sebagai akibat dari pernyataan
presiden yang controversial, KKN, dictator, dan perseteruan dengan DPR
e) Bulan maret 2000, cadangan devisa
menurun dari US$ 29 milyar menjadi US$ 28,875 milyar
f) Hubungan dengan IMF menjadi tidak
baik sebagai akibat dari: penundaan pelaksanaan amandemen UU No. 23 tahun 1999
mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah (terutama kebebasan untuk
hutang pemerintah daerah dari LN); dan revisi APBN 2001.
g) Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi
cenderung negative, IHSG merosot lebih dari 300 poin, dan nilai tukar rupiah melemah dari Rp 7000 menjadi Rp
10.000 per US$.
Utang Pada
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan
penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi
persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a. Meminta penundaan pembayaran utang
sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi
adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan
melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan
mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi.
Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk
menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Utang Pada
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi
BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi
oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi
sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial
kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan
BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk faktor utama untuk menentukan kesempatan
kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk
memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya
adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi
asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang
pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak
lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun
wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya
laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan
jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi
39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal,
antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat
kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector
riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi.
Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan
kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi
pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang
investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang
kondusif.
D. Daftar Negara/Lembaga Kreditor (Pemberi
Utang Luar Negeri) terbesar Indonesia
1.
Jepang : 45,5% atau
29.8 miliar USD* atau Rp 358 triliun
2. ADB (Asian
Development Bank) : 16,4% atau 10.8
miliar USD atau Rp 129 triliun
3. World Bank
(Bank Dunia) : 13.6% atau
8.9 miliar USD atau Rp 107 triliun
4.
Jerman :
4.7% atau 3.1 miliar USD atau Rp 37 triliun
5. Amerika
Serikat :
3.7% atau 2.3 miliar USD atau Rp 28 triliun
6.
Inggris :
1.7% atau 1.1 miliar USD atau Rp 13 triliun
7.
Negara/lembaga lain
: 14.6% atau 9.6 miliar USD atau Rp 115 triliun
E. Data Utang Luar Negeri Indonesia
(2001-2009** )
* 2001 :
58,791 miliar USD
Tambahan
Utang (5,51 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4,24 miliar USD)
* 2002 :
63,763 miliar USD
Tambahan
Utang (5,65 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4,57 miliar USD)
* 2003 :
68,914 miliar USD
Tambahan
Utang (5,22 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4.96 miliar USD)
* 2004 :
68,575 miliar USD
Tambahan
Utang (2,60 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,22 miliar USD)
* 2005 :
63,094 miliar USD
Tambahan
Utang (5,54 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,63 miliar USD)
* 2006 :
62,02 miliar USD
Tambahan
Utang (3,66 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,79 miliar USD)
* 2007 :
62,25 miliar USD
Tambahan
Utang (4.01 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (6,32 miliar USD)
* 2008 :
65,446 miliar USD
Tambahan
Utang (3,89 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,87 miliar USD)
* 2009*: 65,7
miliar USD
Tambahan
Utang (????), cicilan utang + bunga (>5 miliar USD)
* 1 USD = Rp
12.000 (asumsi rata-rata) -
** Data Utang
Indonesia per 31 Januari 2009. www.dmo.or.id atau Perkembangan Utang Pemerintah
2001-2009.
4.Opini
Neraca pembayaran
suatu negara adalah catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi
internasional antara penduduk negara itu dengan penduduk negara lain dalam
jangka waktu tertentu. Atau NPI adalah suatu catatan yang disusun secara
sistematis tentang seluruh aktivitas ekonomi yang meliputi perdagangan
barang/jasa, transfer keuangan dan moneter antara penduduk (resident) suatu
negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode waktu
tertentu, biasanya satu tahun. Transaksi ekonomi tersebut diklasifikasikan ke
dalam transaksi berjalan, transaksi modal, dan lalu lintas moneter. Transaksi
berjalan terdiri atas ekspor ataupun impor barang dan jasa, sedangkan transaksi
modal terdiri atas arus modal sektor pemerintah ataupun swasta, baik yang
bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Lalu lintas moneter adalah
perubahan dalam cadangan devisa. Dengan demikian, neraca pembayaran memberikan
gambaran arus penerimaan dan pengeluaran devisa serta perubahan neto cadangan
devisa.
Daftar
Pustaka
http://iskandarzulkarnainm.blogspot.com/2011/04/neraca-pembayaran-dan-tingkat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar